BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang
sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum
tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian
penuaangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada
dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan
ekonomi dan industri, era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya,
politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama
teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri
terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat mempengaruhi dan menentukan
arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.
Pada saat
ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan memahami
pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah
mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan
dan model pengembangan kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan
pembentukan suatu kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah
wawasan pembaca pada umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan
dan apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut?
2.
Apa yang dimaksud dengan model
pengembangan kurikulum dan apa saja model konsep kurikulum?
3.
Apa sajakah model-model pengembangan
kurikulum tersebut?
4.
Bagaimana analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum?
5.
Apa saja macam-macam kurikulum dan perkembangannya?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Menjelaskan pengertian pendekatan
dan pendekatan pengembangan kurikulum tersebut
2.
Menjelaskan pengertian model
pengembangan kurikulum dan model konsep kurikulum
3.
Menjelaskan apa sajakah model-model
pengembangan kurikulum tersebut.
4.
Menjelaskan analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum
5.
Menjelaskan macam-macam kurikulum dan perkembangannya
D.
Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan meriew buku dan
menjelajahi internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM dan PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan dapat diartikan sebagai
titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan
kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang
cukup luas. Menurut sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti
penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement). Selanjutnya
beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun
seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran
mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan
pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan
dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana
dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh
guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan
pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan
kurikulum dalam bahasan ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks
pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri.
Pendekatan,
lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja
dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang
dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil
kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang
memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena
adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan
pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas
mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi
pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi
dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang
sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Menurut
Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
1.
Pendekatan
Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu
yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan
dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan
pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ciri-ciri pokok
pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian
lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri
(regenerative capability).
Prosedur penggunaan pendekatan ini
adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para
lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat
kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk
dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan
skenario pembelajaran, (f) mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g)
mengembangkan sistem penilaian.
Selanjutnya, langkah-langkah
pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu
mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman
belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu,
member nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS.
Dalam penilaian penguasaan
kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai
berikut :
a.
Sasaran penilaian tidak hanya
terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat untuk
kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.
b.
Kriteria penilaian adalah
persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.
c.
Sasaran utama adalah penguasaan
kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau waktu pencapaian.
Ciri pendekatan kompetensi yang
tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengelolaan informasi balikan
(feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan
sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri (regenerative
capability), baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.
2.
Pendekatan
Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau
keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan interdepensi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya
tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang
menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk
perbaikan, dan lingkungan. Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep
yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan
praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain:
(a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang
fenomena secara keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik
dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision
making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem ditengah
mengelola organisasi.
Model Intructional Development
Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University Consortium on Intructional
Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah langkah pendekatan sistem
sebagai berikut :
a.
Merumuskan masalah, yang meliputi :
1)
Menentukan masalah: analisis
kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah.
2)
Menganalisis latar: ciri peserta
didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber.
3)
Mengatur pengelolaan: analisis
tugas, tanggung jawab dan penjadwalan.
b.
Mengidentifikasi strategi pemecahan
masalah, yang meliputi :
1)
Menentukan tujuan pembelajaran:
tujuan akhir dan tujuan antara.
2)
Menentukan strategi: pendekatan
metode, media, dan sumber belajar.
3)
Membuat prototipe: bahan-bahan
pembelajaran dan evaluasi.
c.
Melaksanakan evaluasi, yang meliputi
:
1)
Uji coba prototipe: melakukan uji
coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.
2)
Analisis hasil uji coba: tujuan
pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.
3)
Penyempurnaan langkah-langkah
terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.
3.
Pendekatan
Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah
pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan
pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang
lain serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum
berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran guru kurang
dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member informasi dan lebih
banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sring
menggunakan metode tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e) kurang
menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi
dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, (h)
dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan
bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka
rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompokmdengan tugas
perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan terfokus pada
prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta
didik menemukan sistem nilainya sendiri. Raths dalam John Jarolimek (1974)
mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut :
a.
Kebebasan memilih (bagi peserta
didik), yang meliputi :
1)
Memilih sesuatu secara bebas menurut
kemauan, kesukaan, dan minatnya.
2)
Memilih berbagai alternatif yang ada
3)
Menentukan pilihan dan pertimbangan yang
rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-masing.
b.
Membina kebanggaan (prizing),
diantaranya :
1)
Merasakan gembira atas ketepatan
memilih
2)
Mengukuhkan pilihan sesuai dengan
pendapat pada dirinya masing-masing
c.
Melaksanakan (acting) :
1)
Melakukan percobaan atau
melaksanakan pilihan
2)
Mengulangi perbuatan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai pola kehidupan.
4.
Pendekatan
Komprehensif (Comprehensive Approach)
Pendekatan ini melihat,
memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah
yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh pengembang
kurikulum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan
dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat
pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.
5.
Pendekatan
yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan
pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah
kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang
masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi
dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode
dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.
6.
Pendekatan
Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu
pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam
suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian tersebut
menggambarkan :
a.
Hasil belajar,
b.
Tahap pengembangan kurikulum, dan
c.
Program pendidikan yang ditawarkan.
Dalam studi
tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :
a.
Pendekatan Sentralisasi (Centralized
Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu
pedekatan yang menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya,
kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan
sesuai dengan garis komando.
b.
Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized
Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth,
yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini
adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat sekolah, baik
secara individual maupun secara kelompok.
B.
PENGERTIAN
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM dan MODEL KONSEP KURIKULUM
Model merupakan ulasan teoritis
tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa
yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1)
sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai
transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai
pengembangan individu.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam
bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, model konsep kurikulum muncul
sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan, antara lain
aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau
subjek akademis, aliran pendidikan intraksioal melahirkan konsep kurikulum
rekontruksi social, aliran pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum
aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis melahirkan konsep
kurikulum teknologis.
1.
Konsep Kurikulum Humanistik
(Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan
perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek kepribadiannya. Anak
merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak
secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif
lainnya, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat
child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualitas,
dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum
humanistic adalah :
a.
Partisipasi, artinya peserta didik
terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b.
Integrasi, artinya ada
interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c.
Relevansi, artinya terdapat
kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta kehidupan anak
ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d.
Diri anak, merupakan sasaran utama
yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.
e.
Tujuan, yaitu mengembangkan diri
anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.
Ditinjau
dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri
tersendiri, antara lain :
a.
Tujuan pendidikan, yaitu
mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integrasi tinggi dan
sikap positif.
b.
Materi, yaitu menyediakan pengalaman
yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu pertumbuahn dan
perkembangannya pribadinya secara utuh.
c.
Proses, yaitu terbangunnya hubungan
emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
d.
Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan
proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari guru maupun siswa.
Kurikulum
humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar.
Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan,
sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung
tersembunyi.
2.
Konsep Kurikulum Subjek Akademis
(Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek
akademik berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan merupakan warisan budaya pada
masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah
harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik
menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembang
intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi
(content). Kegiatan belajarnya lebih banyak diarahkan untuk menguasai isi
sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang
telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar
kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki karakteristik tertentu,
antara lain :
a.
Tujuan, yaitu mengembangkan
kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.
b.
Isi/materi, yaitu mengambil dari
berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian
direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
c.
Metode, yakni menggunakan metode
ekspositori, inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.
d.
Evaluasi, yaitu menggunakan jenis
dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan
nontes.
Konsep
kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya.
Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini,
yakni :
a.
Konsep kurikulum ini terlalu
menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain afektif, psikomotorik,
social, esosional menjadi terabaikan.
b.
Konsep yang dikembangkan belu m
tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c.
Tidak semua peserta idik dapat
memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
d.
Tidak semua anak akan menjadi
ilmuawan profesioal.
e.
Guru tidak atau jarang terlibat
dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific method)
3.
Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran
pendidikan intraksional yang menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa,
guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum
rekontruksi sosial bahwa kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan
pribadi atau golongan. Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang
jawab masyarakat dan masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan utama kurikulum ini adalah
mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat. Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini memiliki dua
kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories". Adaptif
dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam
bentuk perubahan. Ia harus kuat fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika
hidupnya, sedangkan kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya
mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif
dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.
4.
Konsep Kurikulum Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat
berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat juga berbentuk penggunaan
perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur pembelajaran didasarkan
pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang
dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta
diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini
sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang,
termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi,
seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan
kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector,
film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang
pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
a.
Perangkat lunak (software) atau
disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih
menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan
efektivitas pendidikan.
b.
Perangkat keras (hardware) atau
sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih
menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan
menggunakan pendekatan sistem.
Ciri-ciri
kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum
teknologis), yaitu:
a.
Tujuan diarahkan pada penguasaan
kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat
umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut
objektif atau tujuan instruksional.
b.
Metode yang digunakan biasanya
bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus
dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut.
-
Penegasan tujuan kepada siswa.
-
Pelaksanaan pengajaran
-
Pengetahuan tentang hasil
-
Organisasi bahan ajar
-
Evaluasi
Pengembangan
kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
a.
Prosedur pengembagan kurikulum
dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b.
Hasil pengembangan terutama yang
berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan
hasil yang sama.
Inti dari
pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi.
Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat
bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan
kompetensi. Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para
penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan
pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam
pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana
konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai
kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat
kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit
mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara
perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.
C.
MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model atau konstruksi merupakan
ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum,
model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan mengenai salah satu bagian
kurikulum. Disamping itu, ada model yang mempersoalkan proses dan ada pula
model yang hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan
kurikulum. Ulasan teoritis demikian dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi
organisasi kurikulum dan ada pula yang menitikbertkan ulasannya hanya pada
hubungan anatarpribadi orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Robert S. Zais dalam Zainal Arifin
(2011) mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum. Secara singkat,
model-model tersebut akan dikemukakan sebagai berikut:
1.
The
Administrative (Line Staff) Model
Model pengembangan kurikulum yang
paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administrative karena model
ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau garis komando "dari
atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan kurikulum
berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara stuktural dilaksanakan
ditingkat bawah.
2.
The
Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum ini
berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang
bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah sekaligus. Model ini
didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi kurikulum akan
lebih berhaasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula
terlibat secara langsung dala pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan
kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang professional (guru) saja, tetapi
juga siswa, orang tua dan masyarakat.
Model grass-roots ini didasarkan
atas empat prinsip, yaitu :
a.
Kurikulum akan bertambah baik, jika
kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik.
b.
Kompetensi guru akan bertambah baik,
jika guru terlibat secara priadi didalam merevisi kurikulum.
c.
Jika guru terlibat dalam merumuskan
tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah,
mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.
Hendaknya diantara guru-guru terjadi
kontak langsung sehigga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu
konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.
3.
The
Demonstartion Model
Model ini dikembangkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaanya,
model ini menuntut para guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya
dalam memperbaruhi kurikulum. Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara
formal maupun tidak formal.
Keuntungan model demontrasi antara
lain :
a.
Disebabkan kurikulum yang dihasilkan
telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan
alternatif yang dapat bekerja.
b.
Perubahan kurikulum pada bagian
tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan
secara keseluruhan.
c.
Mudah untuk mengatasi hambatan.
d.
Menempatkan guru sebagai penagmbil
inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat
dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru.
Kelemahan
utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru. Guru-guru yang
tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, tidak
percaya dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan
setengah hati
4.
Beauchamp's
System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A
Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam mengambil keputusan
pengembangan kurikulum, yaitu :
a.
Menentukan arena pengembangan
kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional
atau sistem pendidikan nasional.
b.
Memilih dan mengikutsertakan
pengembang kurikulum.
c.
Pengorganisasian dan penentuan
prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum,
memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran dan mengembangkan
desain.
d.
Pelaksanaan kurikulum secara
sistematis.
e.
Evaluasi kurikulum, yang meliputi
empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar
peserta didik, dan sistem kurikulum.
5.
Taba's
Inverted Model
Model ini dimulai dengan
melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini
dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta menghilangkan
sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila
tanpa kegiatan eksperimen.
Hilda Taba mengembangkan lima
langkah pengembangan kurikulum secara berurutan, diantaranya yaitu :
a.
Kelompok guru terlebih dahulu
menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan. Untuk menghasilkan
unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus,
memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar,
mengorganisasikan pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan
dan urutan materi.
b.
Uji coba unit-unit eksperimen untuk
menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran.
c.
Merevisi hasil uji coba dan
mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.
d.
Mengembangkan kerangka kerja
teoritis
e.
Pengasemblingan dan desiminasi hasil
yang telah diperoleh.
6.
Roger's
Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang
psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa "kurikulum diperlukan dalam
rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes daan adaptif terhadaap situsi
perubahan." Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh
pendidik yang berpengalaman, luwes dan berorientasi pada proses.
Langkah-langkah dalam model ini
adalah sebagai berikut :
a.
Memilih suatu sasaran administrator
dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya
ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka
dapat berkenalan secara akrab.
b.
Mengikutsertakan guru-guru dalam
pengalaman kelompok secara intensif.
c.
Mengikutsertakan unit kelas dalam
pertemuan lima hari.
d.
Menyelenggarakan pertemuan secara
interpersonal antara administrator, guru dan orangtua peserta didik.
e.
Pertemuan vertical yang mendobrak
hierarki, birokrasi dan situs sosial.
7.
The
Systematic Action-Reasearch Model
Tiga faktor utama yang dijadikan
bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia,
organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam
model ini antara lain :
a.
Merasakan adanya suatu masalah dalam
kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam.
b.
Mengidentifikasi faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhinya.
c.
Merencanakan secara mendalam tentang
bagaimana pemecahan masalahnya.
d.
Menentukan keputusan-keputusan
apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut.
e.
Melaksanakan keputusan yang diambil
dan menjalankan rencana yang isusun.
f.
Mencari fakta secara meluas
g.
Menilai tentang kekuatan dan
kelemahannya.
8.
Emerging
Technical Model
Model teknologis ini terdiri dari
tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem,
dan model berdasarkan komputer.
a.
Model analisis tingkah laku memulai
kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai
pada yang kompleks secara bertahap.
b.
Model analisis sistem memulai
kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output),
kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, kemudian
mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
penyelenggaraannya.
c.
Model berdasarkan komputer memulai
kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi unit-unit kurikulum lengkap dengan
tujuan-tujuan pembelajaran khususnya.
D.
ANALISIS
TERHADAP MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada tiga faktor yang digunakan untuk
menganalisis model-model pengembangan tersebut menurut Zainal Arifin (2011)
dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, yaitu :
a.
Penekanan pada suatu titik pandangan
tertentu.
b.
Keuntungan keuntungan yang diperoleh
melalui model tersebut
c.
Kekurangan-kekurangannya.
Pada model administratif penekanan
diberikan pada orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum dengan
uraian tugas dan fungsinya masing-masing, disamping pengarahan kegiatan yang
bercirikan dari atas ke bawah. Kekurangannya terletak pada kurangnya dampak
perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya seolah-olah dilaksanakan dari
atas tanpa memperhatikan people change.
Titik pandangan model dari bawah
diletakkan pada pengembangan kurikulum yang diselenggarakan secara demokratis
yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses pengambilan keputusan terletak
pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak pihak dari bawah, yaitu guru-guru.
Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai broken front sebagaimana lazim
ditemui apabila pembaruan kurikulum disodorkan dari atas. Kekurangan yang
paling menonjol model ini mengabaikaan segi teknis dan professional tentang
kurikulum.
Model demonstrasi jelas mengutamakan
pemberian contoh dan teladan yang baik dengan harapan agar yang
didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain. Keuntungannya terletak
pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya sudah melalui testing
sehingga terjamin akurasi dan validitasnya. Sebagaimana model dari bawah, maka
model ini juga menembus broken front. Ekses yang timbul dari model ini adalah
guru-guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan kurikulum bisa menentang
gagasan-gagasan yang telah dihasilkan.
Model beachamp melihat dari segi
keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang menonjol adalah penegasan arena
sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup kegiatan. Kerugiannya sama dengan
model top down.
Model
terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya
melalui pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini
sungguh mengintegrasikan teori dengan praktik, tetapi sulit
mengorganisasikannya karena memerlukan kemampuan teoritis dan profesionalan
yang tinggi. Model hubungan interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan
antarpribadi dengan harapan dapat menghasilkan beberapa penerapan kurikulum
yang lebih luas dan sukses. Model ini mendekatkan permasalahan dengan para
pelaksanannya sehingga memudahkan pemecahannya.
Model Action
Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan tentang
masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah penerapannya
memerluakan staf professional khusus yang terlatih dalam penelitian dan dengan
sendirinya dalam pelaksanaanya memerlukan biaya yang tinggi. Model
teknologisdiselenggarakan secara sistematis dan dapat pula menjangkau kawasan yang
luas. Meskipun demikian, keahlian serta spesialisasi professional merupakan
penghambat bila model ini digunakan.
E.
MACAM-MACAM
KURIKULUM DAN PERKEMBANGANNYA
a)
Rencana
Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa
kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih
populer menggunakan learn plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum
dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau
lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang
orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis
Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan
gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada
tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut
kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat
dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta
garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan
pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
b)
Rencana
Pelajaran Teruai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika
itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau
Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan),
dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
c)
Kurikulum
1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat
politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
d)
Kurikulum
1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective)
yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan
SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang
akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e)
Kurikulum
1984 (CBSA)
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang
elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Penolakan CBSA bermunculan.
f)
Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Sayang, perpaduan tujuan dan
proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai
terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999.
Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
g)
Kurikulum
2004 (KBK)
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti
dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa
soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah
sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah
menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
h)
KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan.
Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
i)
Kurikulum 2013
Dalam pemaparannya di Griya Agung
Gubernuran Sumatera Selatan (kemdikbud.go.id) , Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, DEA menegaskan bahwa kurikukulum terbaru
2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling
mendasar ialah menuntut kemapuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu
pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari
informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan
untuk siswa lebih didorong untuk memeiliki tanggung jawab kepada lingkungan,
kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir
kritias. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative member
kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata
pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud dalam
kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam
rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
1.
Kompetensi guru dalam pemahaman
substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya
pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
2.
Kompetensi akademik di mana guru
harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
3.
Kompetensi sosial yang harus
dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat
lainnya.
4.
Kompetensi manajerial atau
kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam
pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru
dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,
dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi
pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan bahasan diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa :
1.
Pendekatan dapat diartikan sebagai
titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan pengembangan kurikulum yaitu Pendekatan Kompetensi (Competency Approach),
Pendekatan Sistem (System Approach),
Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach), Pendekatan Komprehensif (Comprehensive
Approach), Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach),
Pendekatan Terpadu.
2.
Model merupakan ulasan
teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak terlepas
dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum,
yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2)
sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3)
sebagai pengembangan individu. Model konsep kurikulum yaitu Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi
Diri), Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi), Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial, Konsep
Kurikulum Teknologis.
3.
Model-model pengembangan kurikulum The Administrative (Line Staff) Model, The
Grass-Roots Model, The Demonstartion Model, Beauchamp's System Model, Taba's
Inverted Model, Roger's Interpersonal Relations Model, The Systematic
Action-Reasearch Model, Emerging Technical Model.
4.
Analisis terhadap model-model pengembangan
kurikulum penekanan pada suatu titik pandangan tertentu, Keuntungan
keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut dan Kekurangan-kekurangannya.
5.
Macam-macam kurikulum dan perkembangannya Rencana Pelajaran 1947,
Rencana Pelajaran Teruai 1952, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 (CBSA), Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999,
Kurikulum 2004 (KBK), KTSP 2006, Kurikulum 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal.
2011. Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum. Bandung: Rosda
Hamalik, Oemar.
2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Rosda