Rabu, 26 Maret 2014

“PENDEKATAN DAN MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM”



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuaangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat mempengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.
Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan memahami pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model pengembangan kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca pada umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.

B.            Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan dan apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut?
2.    Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum dan apa saja model konsep kurikulum?
3.    Apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut?
4.    Bagaimana analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum?
5.    Apa saja macam-macam kurikulum dan perkembangannya?

C.           Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.    Menjelaskan pengertian pendekatan dan pendekatan pengembangan kurikulum tersebut
2.    Menjelaskan pengertian model pengembangan kurikulum dan model konsep kurikulum
3.    Menjelaskan apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut.
4.    Menjelaskan analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum
5.    Menjelaskan macam-macam kurikulum dan perkembangannya

D.            Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan meriew buku dan menjelajahi internet.



BAB II
PEMBAHASAN

A.           PENGERTIAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM dan PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri. 
Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
1.             Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability).
Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f) mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.
Selanjutnya, langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu, member nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS.
Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut :
a.    Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.
b.    Kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.
c.    Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau waktu pencapaian.

Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengelolaan informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri (regenerative capability), baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.

2.             Pendekatan Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan. Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain: (a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang fenomena secara keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem ditengah mengelola organisasi.
Model Intructional Development Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University Consortium on Intructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah langkah pendekatan sistem sebagai berikut :
a.    Merumuskan masalah, yang meliputi :
1)   Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah.
2)   Menganalisis latar: ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber.
3)   Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab dan penjadwalan.
b.    Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi :
1)   Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara.
2)   Menentukan strategi: pendekatan metode, media, dan sumber belajar.
3)   Membuat prototipe: bahan-bahan pembelajaran dan evaluasi.
c.    Melaksanakan evaluasi, yang meliputi :
1)   Uji coba prototipe: melakukan uji coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.
2)   Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.
3)   Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3.             Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sring menggunakan metode tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompokmdengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri. Raths dalam John Jarolimek (1974) mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut :
a.    Kebebasan memilih (bagi peserta didik), yang meliputi :
1)   Memilih sesuatu secara bebas menurut kemauan, kesukaan, dan minatnya.
2)   Memilih berbagai alternatif yang ada
3)   Menentukan pilihan dan pertimbangan yang rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-masing.
b.    Membina kebanggaan (prizing), diantaranya :
1)   Merasakan gembira atas ketepatan memilih
2)   Mengukuhkan pilihan sesuai dengan pendapat pada dirinya masing-masing
c.    Melaksanakan (acting) :
1)   Melakukan percobaan atau melaksanakan pilihan
2)   Mengulangi perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai pola kehidupan.

4.             Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh pengembang kurikulum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.

5.             Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.
6.             Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian tersebut menggambarkan :
a.    Hasil belajar,
b.    Tahap pengembangan kurikulum, dan
c.    Program pendidikan yang ditawarkan.

Dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :
a.    Pendekatan Sentralisasi (Centralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando.
b.    Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.

B.            PENGERTIAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM dan MODEL KONSEP KURIKULUM
Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan, antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau subjek akademis, aliran pendidikan intraksioal melahirkan konsep kurikulum rekontruksi social, aliran pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis melahirkan konsep kurikulum teknologis.

1.             Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a.    Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b.    Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c.    Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d.   Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.
e.    Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri tersendiri, antara lain :
a.    Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
b.    Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c.    Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
d.   Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari guru maupun siswa.

Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung tersembunyi.

2.             Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
a.    Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.
b.    Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
c.    Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.
d.   Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :
a.    Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain afektif, psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b.    Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c.    Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
d.   Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e.    Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific method)

3.             Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.

4.             Konsep Kurikulum Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
a.    Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b.    Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.

Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:
a.    Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b.    Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
-       Penegasan tujuan kepada siswa.
-       Pelaksanaan pengajaran
-       Pengetahuan tentang hasil
-       Organisasi bahan ajar
-       Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
a.    Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b.    Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.


C.            MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan mengenai salah satu bagian kurikulum. Disamping itu, ada model yang mempersoalkan proses dan ada pula model yang hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan teoritis demikian dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan ada pula yang menitikbertkan ulasannya hanya pada hubungan anatarpribadi orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Robert S. Zais dalam Zainal Arifin (2011) mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan dikemukakan sebagai berikut:
1.             The Administrative (Line Staff) Model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau garis komando "dari atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara stuktural dilaksanakan ditingkat bawah.

2.             The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah sekaligus. Model ini didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhaasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dala pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.


Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :
a.    Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik.
b.    Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara priadi didalam merevisi kurikulum.
c.    Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.   Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehigga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.

3.             The Demonstartion Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal.
Keuntungan model demontrasi antara lain :
a.    Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
b.    Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.
c.    Mudah untuk mengatasi hambatan.
d.   Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru.



Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru. Guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, tidak percaya dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati

4.             Beauchamp's System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :
a.    Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.
b.    Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum.
c.    Pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran dan mengembangkan desain.
d.   Pelaksanaan kurikulum secara sistematis.
e.    Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.

5.             Taba's Inverted Model
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila tanpa kegiatan eksperimen.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan, diantaranya yaitu :
a.    Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan. Untuk menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan materi.
b.    Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran.
c.    Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.
d.   Mengembangkan kerangka kerja teoritis
e.    Pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh.

6.             Roger's Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa "kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes daan adaptif terhadaap situsi perubahan." Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang berpengalaman, luwes dan berorientasi pada proses.
Langkah-langkah dalam model ini adalah sebagai berikut :
a.    Memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara akrab.
b.    Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.
c.    Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari.
d.   Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orangtua peserta didik.
e.    Pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi dan situs sosial.

7.             The Systematic Action-Reasearch Model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam model ini antara lain :
a.    Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam.
b.    Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c.    Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya.
d.   Menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut.
e.    Melaksanakan keputusan yang diambil dan menjalankan rencana yang isusun.
f.     Mencari fakta secara meluas
g.    Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.

8.             Emerging Technical Model
Model teknologis ini terdiri dari tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
a.    Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap.
b.    Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, kemudian mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya.
c.    Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya.

D.           ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan tersebut menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, yaitu :
a.    Penekanan pada suatu titik pandangan tertentu.
b.    Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut
c.    Kekurangan-kekurangannya.

Pada model administratif penekanan diberikan pada orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masing-masing, disamping pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas ke bawah. Kekurangannya terletak pada kurangnya dampak perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya seolah-olah dilaksanakan dari atas tanpa memperhatikan people change.
Titik pandangan model dari bawah diletakkan pada pengembangan kurikulum yang diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak pihak dari bawah, yaitu guru-guru. Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai broken front sebagaimana lazim ditemui apabila pembaruan kurikulum disodorkan dari atas. Kekurangan yang paling menonjol model ini mengabaikaan segi teknis dan professional tentang kurikulum.
Model demonstrasi jelas mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik dengan harapan agar yang didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain. Keuntungannya terletak pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya sudah melalui testing sehingga terjamin akurasi dan validitasnya. Sebagaimana model dari bawah, maka model ini juga menembus broken front. Ekses yang timbul dari model ini adalah guru-guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan kurikulum bisa menentang gagasan-gagasan yang telah dihasilkan.
Model beachamp melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang menonjol adalah penegasan arena sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup kegiatan. Kerugiannya sama dengan model top down.
Model terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya melalui pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini sungguh mengintegrasikan teori dengan praktik, tetapi sulit mengorganisasikannya karena memerlukan kemampuan teoritis dan profesionalan yang tinggi. Model hubungan interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan antarpribadi dengan harapan dapat menghasilkan beberapa penerapan kurikulum yang lebih luas dan sukses. Model ini mendekatkan permasalahan dengan para pelaksanannya sehingga memudahkan pemecahannya.
Model Action Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan tentang masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah penerapannya memerluakan staf professional khusus yang terlatih dalam penelitian dan dengan sendirinya dalam pelaksanaanya memerlukan biaya yang tinggi. Model teknologisdiselenggarakan secara sistematis dan dapat pula menjangkau kawasan yang luas. Meskipun demikian, keahlian serta spesialisasi professional merupakan penghambat bila model ini digunakan.

E.            MACAM-MACAM KURIKULUM DAN PERKEMBANGANNYA
a)             Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan learn plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.

b)            Rencana Pelajaran Teruai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c)             Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

d)            Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.



e)             Kurikulum 1984 (CBSA)
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta  periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

f)              Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.




g)             Kurikulum 2004 (KBK)
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

h)            KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

i)               Kurikulum 2013
Dalam pemaparannya di Griya Agung Gubernuran Sumatera Selatan (kemdikbud.go.id) , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, DEA menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemapuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memeiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritias. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative member kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud dalam kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
1.             Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
2.             Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
3.             Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
4.             Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.

Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan bahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1.             Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan pengembangan kurikulum yaitu Pendekatan Kompetensi (Competency Approach), Pendekatan Sistem (System Approach), Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach), Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach), Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach), Pendekatan Terpadu.
2.             Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Model konsep kurikulum yaitu Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri), Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi), Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial, Konsep Kurikulum Teknologis.
3.             Model-model pengembangan kurikulum The Administrative (Line Staff) Model, The Grass-Roots Model, The Demonstartion Model, Beauchamp's System Model, Taba's Inverted Model, Roger's Interpersonal Relations Model, The Systematic Action-Reasearch Model, Emerging Technical Model.
4.             Analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum penekanan pada suatu titik pandangan tertentu, Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut dan Kekurangan-kekurangannya.
5.             Macam-macam kurikulum dan perkembangannya Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Teruai 1952, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 (CBSA), Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 (KBK), KTSP 2006, Kurikulum 2013.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda